a story of a bird


Mari kita analogikan seorang lelaki sebagai seekor burung. dan,ehem, bukan karena ia memiliki seekor burung juga secara biologis. namun, karena banyak kemiripan yang saya temukan antara si homo sapiens ini dengan binatang kelas unggas tersebut.

Walaupun saya bukan seorang penggemar burung (dan seluruh bagian keluarga unggas lainnya. terutama ayam. *hiiyyy...jijay*), namun kelakuan mereka selalu membuat saya tergelitik untuk memperhatikan (kecuali jika mereka sedang mengerubungi saya). Burung itu, selayaknya laki-laki normal, memiliki tingkat extrovert dan introvert yang seimbang. Mungkin untuk burung2 tertentu, tingkatan tersebut bisa berbeda persentasenya- namun masih dalam batas yang normal. Seekor burung, hanya senang diperhatikan. Mereka akan terbang jika didekati dengan tiba-tiba atau dalam kasus-kasus tertentu akan mematukki anda hingga mati jika didekati dengan penuh birahi (dalam kasus ini, burung yang saya maksud adalah - yah anda tau sendiri).

Pernah sekali waktu, saya memperhatikan seekor burung gereja yang sering menghampiri daerah halaman sekolah Santa Laurensia. Pada saat itu, saya sedang berjalan sendirian dan si burung ini dengan santai memakan remah-remah roti bekas makan siang anak-anak SMP yang baru melewati lorong tersebut. Si burung, terbang dengan begitu cerianya menuju targetnya dan berjalan dengan kepala mengangguk-angguk menuju sang remah. Ia melihat sekilas ke arah saya, dan mengetahui bahwa saya telah berhenti di tempat dan bersiap-siap mengambil jalan lain (karena saya takut burung), maka beranilah ia untuk mematuki remah roti tersebut satu per satu dan makan dengan santai. Sekali-kali ia melihat kearah ku, mengedipkan satu matanya, dan membesarkan badannya penuh rasa percaya diri. Tanpa ia sadari, ada seekor homo sapiens, bersimbah keringat sedari bermain bola dengan tutup botol, sedang berlari menuju arahnya.

-lima detik sebelum si HoSap (homo sapien) bertabrakan dengan sang burung- hosap keturunan tionghoa ini tertawa penuh lepas mendengar teriakkan teman-temannya dari lapangan basket yang sedang digunakan sebagai lapangan sepak tutup botol.

-tiga detik kemudian- Hosap ini dalam slow-mosyen membesarkan senyumnya sehingga matanya menjadi dua garis tipis

-dua detik kemudian- Hosap ini melihat saya di depannya yang sedang memperhatikan burung makan roti.

-satu detik kemudian- Hosap tidak tersenyum lagi. ia membenarkan jambul berkeringatnya dan menganggukan kepalanya kearah saya.

-mili detik sebelum hosap bertemu sang burung- Hosap meneguk air dingin dari botol aqua penyok bak model-model iklan syampo hed en sholders.

-tiba-tiba- sang burung dibangunkan dari kenangannya mengunyah remah roti isi pisang molen pertamanya dan terbang penuh rasa takut terinjak si sepatu nike hitam berukuran 44. Saya terbangun dari rasa takut melihat burung dan si hosap pun terbangun dari gaya sok kerennya. Si Hosap membelalakan mata, terjatuh satu langkah kebelakang dan berkata "whooohohoooyyy...". Saya tersenyum bingung dan berkata dalam hati "si jesse ini aneh banget sih."


Kemungkinan, jesse tidak ingat akan cerita ini, karena memang cerita ini tidak pernah terjadi. Namun, cerita ini sengaja direka-reka untuk menunjukan tingkat extrovert dan introvert burung1 dan burung2 yang menyerupai satu sama lainnya.

semoga anda senang.

Untuk Jesse. ya, gue yang kasih gantungan kunci sialan itu ke elo pas kelsa enam. (baca post berikutnya jika ingin mendengar cerita memalukan tersebut antara gue dan si jesse)

Comments

Popular posts from this blog

I'm done being high and dry

School: One Final Down!