Posts

Showing posts from December, 2014

Tepat 2 Minggu di Napa Valley

Menunggu lama selalu bikin gue bosen. Kali ini gue yang ditunggu. Sayangnya, seberapa kerasnya pun gue berusaha, tetep gue gak bisa nyuguhin apa-apa diatas piringan kristal ini. Padahal, telur emas tuh udah dihadapan gue, menunggu gue tuk meleburkannya dan menjadikannya perhiasan cantik. Malam ini, anjir, gue ngerasa kaya pecundang terendah, lebih rendah dari pupuk kompos dari zat buangan manusia. I have so many projects, out of 4 pendings... 1 is down. Thank goodness for that. But the rest of them... ah, for fuck's sake, I have nothing to give. Lucu, gue kira disini gue bakal punya waktu. Ternyata, waktu ada namun space nggak. Akhirnya, tetep aja gue nggak bisa berkarya. Dan, dalam 4 hari gue akan travel sendirian. That's when I have space but no time. Agh, kayanya gue harus menyediri di Seattle. Bangkek. You know what, I think I really have to sneak in some alone time tomorrow. Catch a train to San Francisco, meet my girl, and then to a coffee shop. Alone. With my compu

Menyudahi Sesuatu 2014

Image
Lo tau moment itu; moment dimana lo tau 100% apa yang harus lo lakukan, tapi lo nggak bisa lakuin? Saat semua bintang disekitar lo, kompas tubuh lo, bahkan bola kristal yang nggak pernah lo percaya juga nyala demi nunjukin hal ini. Moment ini adalah moment gravitasi yang menarik lo jatoh balik ke bumi, menghempas lo sampe jantung lo lepas, jatoh ke tanah. Moment ini adalah saat lo berharap ati ayam yang ada di tusukan sate jeroan itu, boleh dituker sama hati lo yang lagi berdenyut keras mengingatkan elo akan segala angan-angan yang nggak akan, dan sesuai petunjuk bintang, gak bisa terjadi. Semenjak jumat, otak gue sudah menancapkan keputusannya, sampai-sampai urat nadi gue  keuntel-untel, dan tubuh gue konslet dikit. Yeah, otak sudah bertitah, tubuh mulai menurut, dan hati juga -lambat laun harus ikutan arus juga, supaya tetap waras. Gue gak bakal kasih tauin apa bisikan hati ini, tapi bisikannya udah gue main-mainkan kaya kucing mainin bola benang, semenjak bulan... oktober, mun

Womanly Rant (i just want to bitch about everything)

Image
Jam 2.22 disini. Di dapur opa yang tertinggal jaman mungkin 30-40 tahun yang lalu. Mencoba menulis sesuatu tentang makanan, sambil mencoba nge-blok makian ke diri sendiri. Oh no, bendungan retak, airnya keluar, dan... dan meledak! Who the hell do I think I am? I want to be a writer? That's the craziest, out of the ordinary statement/idea/imagination ever. How in the world will anyone ever want to pay me for sentences that jumps, words too stoic, shallow breadth of emotion? Some people say you're the worse critique to yourself, I say I am being realistic. You know, the problem is not that I don't trust myself (despite the flood of insecure questions i've written so perfectly on the previous paragraph). The problem is that I am impatient. I cannot sit down and focus on one thing, and pushed on when the mood isn't setting. I'm an undisciplined little girl who's been marked a 24 year old with much talent, but zero ambition. Ambition: like an arrogant and p

Coretan merah berbentuk hati

Image
Kita keseringan ngawinin kata cinta dengan panasnya pipi saat diperhatikan org yg spesial, atau saat jantung berdebar keras seperti ingin mendobrak rusuk. Tapi, gimana dengan cinta yang memberi makanan ke orang-orang yang lapar? Cinta yang rela bangun jauh lebih pagi untuk mempersiapkan sarapan demi keluarganya? Gimana dengan Cinta yang keukeuh bikin film tentang pinguin karena ekosistem binatang tersebut hampir kandas dibakar matahari? Masa Cinta hanya diperuntukan untuk Rangga? Bagaimana dengan Sang suam; Lukman Sardi? 7/24 dan AADC 2: Ketika cinta harus memilih Cinta itu datang dalam berbagai wujud, sulit diukur dan sulit dikotak-kotakan. Mungkin karena cinta tidak perlu di deskripsikan, dihitung, atau di masukan ke box. Wong, dirasakan dan dijalani saja sudah bisa membuat orang setengah gila... Apalagi jika dilafalkan dan dikategorikan. Cinta itu ibarat tugas yang berat. Tugas untuk melihat obyek lain seperti kita melihat diri sendiri. PR untuk belajar menyayangi orang

Self-publication, Cinta dan Eksistensi

Image
Burung tidak pernah berhenti dari tujuannya, sengaja melipir ke dapan jendela lo, dan berkicau keras seakan mengatakan, "Gue disini! Liat gue, gue berkicau, dan gue penting dalam siklus kehidupan lo!" Begitu juga dengan bunga-bunga di padang. Mereka tidak sengaja berhenti memekarkan kuncup-kuncupnya, supaya elo berhenti di tengah padang dan mulai memperhatikan mereka. "Kok kamu berubah, bunga? Kok kamu nggak seperti biasanya?" bunga-bunga pun buang muka. Jadi, kenapa manusia (kita) begitu kokoh mempertahankan eksistensi dengan mengabarkan potongan-potongan kehidupan lewat foto, video, dan tulisan digital? Mengantisipasi kiriman acungan jempol, beberapa hati dan komentar apresiatif di layar LCD? Apa keresahan dibalik budaya self-publishing ini? Menurut gue, karena media-media ini lah yang menyuarakan dan menjawab, secara jelas, kebutuhan manusia sebagai mahkluk sosial: existence. Eksistensi hidup itu berasal dari pertanyaan, "kenapa gue disini?" Lalu, j

I Love You Guys

Image
By  Alec Vanderboom "I love you". Kata-kata itu suka terlontar begitu saja dari mulut seorang teman. Mereka keluar dengan begitu lantangnya, mengaggetkan pikiran yang tak terbiasa dengan kejujuran emosi dibalik kata-kata itu. Kalau lo kenal gue dalam kehidupan sehari-hari. Kata "I love you" itu gue gunakan hanya pada orang-orang yang beneran gue sayangi. Yes, teman sekalipun. Sering kali, gue katakan itu setelah menertawakan gelagat mereka yang lucu, atau setelah merasakan kehangatan yang jauh dari tingkat normal. Biasanya, kalimatnya jadi terdengar seperti ini, "Bahahaha! I love you guys" atau, "Ah, you guys are tha bomb. I love youuuh!" Dari sana lo bakal langsung tau kalau kalimat "i love you" gue, nggak punya arti romantis atau perasaan yang mendalam, menyelami sukma. Nggak. Maksudnya adalah, gue bener-bener hepi, blessed, honored bisa punya temen-temen kaya mereka. Ada loh, waktu-waktu saat kalimat itu nggak bisa gue lafal

A Christmas Rant

Image
Seharusnya Natal menjadi salah satu hari yang paling ditunggu-tunggu (setelah hari kawinan yang ada open bar). Tapi beberapa tahun belakangan ini, gue kesel dikejar hari Natal. Natal bukan lagi malam yang dinikmati di gereja bersama keluarga, atau teman-teman sekota. Kini Natal adalah waktu semua pekerjaan due, semua pressure menumpuk, dan semua amarah mengumpul di ubun-ubun. Sedih nggak, sih? Seharusnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan. The day Jesus was born! Tapi, gue bakal ada di ujung ruangan kebaktian, kurang tidur dan lelah, berdoa agar sehabis acara ini selesai, belum ada team member gue yang sakit, tepar dan ngirimin surat resign. Ini bukan hidup yang gue bayangkan. Bukan juga gaya Natal yang mau gue lihat 4 tahun mendatang. Natal kaya gini itu ibaratnya kaya dipeluk sama orang yang bau ketek. Seharusnya enak, tapi lo nggak bisa nikmatin. Nggak dengan tutup mata, nggak dengan tutup hidung. Akhirnya, berlarilah gue ke facebook. Gue liat ulang foto-foto jaman bah