Terselut Api Amarah?
Face it, gokil abis title gua, bro.
Parah nga sih, kalau gua bilang bahwa gua nga tau hidup ini mau gua bawa kemana? Layaknya mencari cinta, hati yang satu ini tidak bisa menentuka pilihan - karena dia nga pernah membuat pilihan itu ada. Kalau dalam masalah cinta, pada saat ada pilihan, dan hatinya berkata tidak, perempuan ini akan dengan sigap dan tangkas akan pergi menjauh dari si lelaki yang tak diingini. Namun dalam hal pekerjaan, si perempuan tidak tahu harus bersikap apa. Masa ditolak, setelah berbulan-bulan nga dapet gaji tetap?
Yang bikin perempuan ini marah adalah pertanyaan sang ibunda (yang sangat dikasihi) tentang, "Apa alasanmu untuk decline this offer?" Karena, perempuan ini sudah menghabiskan waktu 3 hari 2 malam, untuk menenangkan diri demi mau melangkah maju untuk menerima "pinangan" yang sebenarnya masih diragukan juga. Saat pertanyaan seperti itu dilontarkan, jelas si perempuan merasa, pilihannya untuk menelan pil pahit seakan-akan tidak ada artinya. Ini yang ada di benaknya saat dia menentukan pilihan; ada jalan terbuka, be grateful and follow God's path.
Sang perempuan takut, jika dia mengabaikan satu pintu yang telah terbuka ini, apakah dia akan kehilangan sebuah kesempatan yang tersembunyi di balik pekerjaan yang bergaji tak meyakinkan ini. (Tapi tidak setakut, bila ada orang dari perusahaan tersebut yang akhirnya membaca tulisan ini dan menjatuhkan veto untuk menutup gerbang kesempatan yang tadinya dijanjikan penuh.)
Benar, apa yang dikatakan si Bunda, bahwa perempuan ini harus memiliki mimpi. Bekerja tak harus mengambil kesempatan yang disuguhkan. Dengan memiliki "visi," si perempuan bisa memilih pekerjaan apa yang sesuai visinya, dan jika tidak sesuai dengan visinya- ia bisa mengabaikan seberapapun tinggi offer yang tersedia.
Sayangnya, sang anak tidak memiliki visi yang jelas. Dia juga tidak merasa ada yang salah akan hal itu. Dia memang punya banyak ide, banyak mimpi yang terselip diantara lembaran buku harian. Namun, apa sih yang dia tau, jika hidup ini selalu diimingi dengan "god's plan." Dibalik kata-kata yang sudah begitu sering diucapkan ini, ada sebuah kebingungan. Sejujurnya, kapan sih dia pernah memilih sesuatu? Dalam hal pekerjaan, dia selalu mengambil kesempatan yang tersedia dan bertahan ditempat itu walau ada tawaran pekerjaan lain. Itu semua rancangannya Tuhan. Si perempuan ini cuma bisa berharap kalau dia tidak melewatkan the "grand plan."
Tapi apa indahnya hidup jika kita cuma takut melihat kedepan, karena takut melewatkan "yang terbaik"? Sama lagi dengan analogi cinta. Kita tidak akan pernah bertemu dengan "yang terbaik" but we make what we have the best it could be. Hidup gua masih panjang. Kenapa harus ribut soal beginian sih?
Parah nga sih, kalau gua bilang bahwa gua nga tau hidup ini mau gua bawa kemana? Layaknya mencari cinta, hati yang satu ini tidak bisa menentuka pilihan - karena dia nga pernah membuat pilihan itu ada. Kalau dalam masalah cinta, pada saat ada pilihan, dan hatinya berkata tidak, perempuan ini akan dengan sigap dan tangkas akan pergi menjauh dari si lelaki yang tak diingini. Namun dalam hal pekerjaan, si perempuan tidak tahu harus bersikap apa. Masa ditolak, setelah berbulan-bulan nga dapet gaji tetap?
Yang bikin perempuan ini marah adalah pertanyaan sang ibunda (yang sangat dikasihi) tentang, "Apa alasanmu untuk decline this offer?" Karena, perempuan ini sudah menghabiskan waktu 3 hari 2 malam, untuk menenangkan diri demi mau melangkah maju untuk menerima "pinangan" yang sebenarnya masih diragukan juga. Saat pertanyaan seperti itu dilontarkan, jelas si perempuan merasa, pilihannya untuk menelan pil pahit seakan-akan tidak ada artinya. Ini yang ada di benaknya saat dia menentukan pilihan; ada jalan terbuka, be grateful and follow God's path.
Sang perempuan takut, jika dia mengabaikan satu pintu yang telah terbuka ini, apakah dia akan kehilangan sebuah kesempatan yang tersembunyi di balik pekerjaan yang bergaji tak meyakinkan ini. (Tapi tidak setakut, bila ada orang dari perusahaan tersebut yang akhirnya membaca tulisan ini dan menjatuhkan veto untuk menutup gerbang kesempatan yang tadinya dijanjikan penuh.)
Benar, apa yang dikatakan si Bunda, bahwa perempuan ini harus memiliki mimpi. Bekerja tak harus mengambil kesempatan yang disuguhkan. Dengan memiliki "visi," si perempuan bisa memilih pekerjaan apa yang sesuai visinya, dan jika tidak sesuai dengan visinya- ia bisa mengabaikan seberapapun tinggi offer yang tersedia.
Sayangnya, sang anak tidak memiliki visi yang jelas. Dia juga tidak merasa ada yang salah akan hal itu. Dia memang punya banyak ide, banyak mimpi yang terselip diantara lembaran buku harian. Namun, apa sih yang dia tau, jika hidup ini selalu diimingi dengan "god's plan." Dibalik kata-kata yang sudah begitu sering diucapkan ini, ada sebuah kebingungan. Sejujurnya, kapan sih dia pernah memilih sesuatu? Dalam hal pekerjaan, dia selalu mengambil kesempatan yang tersedia dan bertahan ditempat itu walau ada tawaran pekerjaan lain. Itu semua rancangannya Tuhan. Si perempuan ini cuma bisa berharap kalau dia tidak melewatkan the "grand plan."
Tapi apa indahnya hidup jika kita cuma takut melihat kedepan, karena takut melewatkan "yang terbaik"? Sama lagi dengan analogi cinta. Kita tidak akan pernah bertemu dengan "yang terbaik" but we make what we have the best it could be. Hidup gua masih panjang. Kenapa harus ribut soal beginian sih?
Comments
Post a Comment