Panduan Sebelum Nonton Siti



Weekend kemarin gue akhirnya berkesempatan untuk nonton film Siti yang marak diagung-agungkan di festival dalam negri dan manca negara. Sebelum lo kemakan dengan berbagai penghargaan yang berhasil ia dapatkan, baca ini dulu untuk memastikan apakah lo siap menghabiskan waktu 95 menit untuk film ini.

1. Warnanya Hitam Putih
Buat apa teknologi technicolor diciptakan di tahun 1932 kalau 82 tahun berikutnya masih ada film-film hitam putih? Pada hakekatnya, satu-satunya film yang diijinkan menggunakan style hitam putih setelah tahun 1940 adalah film 50 Shades of Grey.

2. Screen Rationya Nggak Wide
Gimana caranya gue nonton film ini di layar lebar kalau film-nya sendiri nggak lebar? Apakah sesempit itu perspektif kehidupan orang-orang macam Siti, sehingga pandangan para penontonnya pun harus di sempitkan? Bikin merasa mubazir punya TV wide screen dirumah.

3. Bahasa Jawa
Puh-lease, I'm from Jakarta. I don't speak village and I can't even read proper Indonesian all that fast. Besides, the only pantai classy enough for my attention is in Bali, preferably the private beach of Mulia. I'm not paying 75K for Parang Teritis, that half-classed imitation.

4. Temanya Berat dan Menyentuh Sisi Kehidupan Malam
Menonton film itu untuk tertawa, untuk senang-senang, untuk melupakan realitas yang sudah cukup bikin pening dari senin sampai jumat. Apalagi kehidupan malam... Lebih enak dijalani dari pada ditonton. #lit



Kalau lo setuju dengan 4 poin diatas, gue sarankan elo malah WAJIB nonton Siti. Karena...


1. Walau Hitam Putih...
lo akan gampang terfokuskan pada keindahan dan kedalaman seni peran di film ini. Nggak seperti film bioskop Indonesia yang lebih senang bermain teknis, pemilihan treatment di film ini membuat penonton ngebumi. Lo nggak dibiarkan terbuai suasana pantai yang indah, tapi lo disadarkan akan keseharian Siti. Bahwa inilah warna hidupnya: abu-abu.

2. Walau Nggak Lebar...
Cuma banyak yang bisa lo nikmati di tiap detik film ini. Seperti pemilihan lighting yang elegant, shot-shot wide yang luas. Semuanya nggak neko-neko, tapi penuh cerita.

3. Bahasa Jawa
Oy, keluar dari bubble lo. Jadilah manusia empatis yang hidup berakar lokal namun berwawasan internasional.

4. Walau Temanya Berat...
akan ada bagian-bagian yang membuat lo tertawa.

Keluwesan dan keluguan karakter-karakter ini dalam memapah beban hidup memberi rasa empowering. Nggak nyari iba, nggak bikin indomaret kebahisan stok tissue (atau pisau silet). Karakter-karakter ini gigih. Segar rasanya.

PLUS, Karakter Bagas itu show stealer bang-nget. Gue dibuat terbahak berkali-kali karena kepintaran dia memutar kata-kata ibunya. Tolong yah, semua penulis script, dicatet. Anak-anak tuh aslinya beginih: obliviously witty.


Akhir kata, coba nonton deh. Nggak rugi.

Comments

Popular posts from this blog

I'm done being high and dry

School: One Final Down!