Makanan Memori



Gue adalah orang yang selalu mengawinkan "good times" dengan makanan dan pembicaraan. Itu adalah resep hang out favorit gue. Kalau salah satu dari dua komponen tersebut nggak melampaui level yang gue mau, gue nggak bakal nyimpen acara tersebut dalam bayangan gue.

Asli.

Gue masih inget makan-makan untuk ulang tahunnya Ames saat SMA. Kita di Penang Bistro, gue makan roti canai dengan curry yang walaupun dagingnya sedikit, tapi rasanya gurih nagih. Lalu, makan-makan kepiting goreng telor asin sama Ian (dan beberapa teman yang lain) di Surabaya, atau makan-makan seafood habis basah-basahan di Dufan sama anak-anak kantor di Pluit ngalor ngidul ngomongin macem-macem padahal badan udah remuk. Countless dinner dates sama Sam and Devi.

Sedangkan saat makanannya nggak enak tapi pembicaraannya seru... ada tuh, gue sampe ngerasa nggak enak. Dia sampe ngasih tauin beberapa detail tentang hari itu, makanannya, aktifitasnya, dan gue pun tetep nggak inget kalau kita bahkan pernah ke mall tersebut. Of course, until I went back to the place a couple weeks after, and remembered like a dummy!

Makanan itu berhubungan erat dengan memori deh. Gue nggak tau kenapa. Mungkin hormon2 yang di trigger saat memekik senang dengan makanannya...

Atau karena ada hubungan tertentu yang nggak ingin gue jalani, maka gue selesaikan bahkan di dalam memori gue sendiri. Select, delete. Perasaan ternyata bisa mengubah ingatan. Survival mode memang kejam. Gue harap hubungan berikutnya nggak perlu kena backspace. Kasian otak gue, banyak space nggak dipake.



PS: Semua kecuali paragraf terakhir ditulis di tengah tahun 2015. Saat gue melupakan dan dilupakan seseorang. Membaca dan mengakhiri tulisan ini membuat gue merasa reflektif. Ada ingatan-ingatan yang muncul, menggelitik, lalu mereda. Semuanya pernah terjadi dan semuanya baik. Bener kata mereka, you can't really die when you've been loved by a writer.

Comments

Popular posts from this blog

I'm done being high and dry

School: One Final Down!