Beneran Bukan Wibu!



"Wah, ternyata kamu wibu!" atau "Lo closeted otaku, ya?" Kalimat-kalimat ini sering gue dengar dari teman-teman yang mengira gue nggak nonton anime. Seakan ada anak muda di Indonesia yang enggak nonton Anime. Permisi, gue bukan dua-duanya deh. Coba gue jelasin.

Pertama-tama mari kita selaraskan arti dari 2 kata barusan. Menurut mbah Google, --ya, gue harus googling 2 kata ini saat pertama kali disebutkan ke gue karena gue blas nggak tau-- Wibu atau Weeaboo atau Weebs adalah orang yang suka banget sama Anime dan kultur Jepang sampe sering menganggap rendah hal-hal di luar itu. Sedangkan Otaku adalah orang yang sangat menggandrungi hobinya sampe stuck di rumah, nggak punya social life. Hobinya bisa macem-macem, tapi zaman sekarang konotasinya adalah anime freak. Oke, sejaun ini udah jelas? Bagus.

Selayaknya banyak orang Indonesia, gue tumbuh besar dengan kartun jepang sebagai tontonan favorit di TV. Terkadang, anime adalah satu-satunya jenis tontonan anak kecil selain Tralala-Trilili dan acara kuis anak yang tayang sekali-sekali. Generasi 90-an mana sih yang enggak ngerasain Doraemon di minggu pagi, Mojako di kamis malam, dan Ranma 1/2 di siang hari kalau lu pake parabola. Tanpa berusaha, mayoritas anak Indonesia sudah terekspos dengan anime sejak kecil. Termasuk gue.

Kalau nonton kartun jepang adalah standar entertainment masa kecil di Indonesia, berarti kualifikasi seorang wibu atau otaku harus lebih heboh dari itu, dong? Baiklah. Komik. Gue baca komik jepang nggak?

Baca. Sering banget dulu, tapi berhenti setelah gue menerima fakta bahwa Kakashi Sensei gak ada di dunia nyata. Jujur, di SMP pun gue nggak freak kok, beneran. (berasa panik banget ya gue wkwkwk) Ceritanya, dulu temen gue jual donlot'an manga di CD gitu. 11/12 lah sama jualan CD lagu mp3 donlotan Limewire. Secara uang jajan gue nggak banyak dan waktu pun terbatas, gue memilih 1 judul untuk dibaca yaitu Naruto. Kelar baca Naruto, gue lulus kuliah dan tidak menyentuh anime atau manga lagi sampai... Attack on Titan keluar.

Oke, tunggu bentar. Ini time jumpnya panjang sekali ya. Dari SMP ke Kuliah lo nggak baca anime atau manga yang lain, Jo?

Baca, tapi kasual lah. Salad Days (baca gratisan di Gramed), Death Note (komik print'an beli di stand deket 21-nya Puri Mall -- ya olo inget diaaa), Bleach (DVD), Full Metal Alchemist (beli lagi ma temen), Halo Namaku Miko (baca punya adek gue), but that's about it. Nothing else.

Kalau ngeliat dari list itu, Lo yakin kan gue cuma menikmati cerita jepang dengan santai? Dibandingkan dengan novel chicklit, fantasy, dan crime yang gue baca, judul-judul ini jauh lebih sedikit jumlahnya. "Iya Jo, tapi kan cerita manga panjang banget. Lo harus baca bertahun-tahun." Bener juga. Gue tamatin pula semuanya. Tapi gue masih punya hobi lain dan aktif di kehidupan sosial dan nggak pake kata nihonggo di pembicaraan dan gue nggak merasa cerita-cerita lain lebih jeleq dari manga/anime! *ngos-ngosan*

"Um, but you did take a year of Japanese just so that you can watch anime with no subtitle."

One year! Dan setelah itu gue menyerah karena belajar kanji jauh lebih sulit dari yang gue bayangkan dan ujiannya susah beuutt -- gue yakin gue gagal, hasil ujiannya nggak pernah gue ambil karena takut. Sedih, menyesal deh sekarang.

Anyway, kalo lo nggak percaya bahwa gue cuma orang biasa, silahkan liat test yang gue ambil dengan jujur ini. Liat? 


Now let me watch Monthly Girls' Nozaki Kun in peace and leave me alone! Jaa!

Comments

Popular posts from this blog

I'm done being high and dry